H O M I L I
Mgr F.X Hadisumarta O.Carm
MINGGU BIASA XXVIII/C/2016
2 Raj 5:14-17 2 Tim 2;8-13 Luk 17:11-19
PENGANTAR
Di dalam tiga bacaan yang akan kita dengarkan di dalam perayaan Ekaristi hari ini, meskipun pendek-pendek, tetapi dibacakan dan didengarkan dengan baik, ternyata memuat sabda Allah tentang nilai luarbiasa iman yang benar di dalam hati kita, dan peranannya di dalam hidup kita.
HOMILI
Ceritera tentang penyembuhan seorang penderita kusta dari Samaria hanya terdapat dalam Injil Lukas. Dalam perjalanan ke Yerusalem, untuk melaksanakan karya penyelamatan-Nya dengan menderita, di hukum mati dan mati di kayu salib,Yesus menyembuhkan sepuluh orang penderita kusta. Seorang dari kesepeluh orang kusta itu adalah orang Samaria, yang bermusuhan dengan orang Yahudi. Sedangkan Yesus sendiri adalah orang Yahudi!
Dalam Injil Lukas tersebut dikemukakan, bahwa kesepuluh penderita kusta itu semuanya disembuhkan dan menjadi tahir, sembilan orang Yahudi dan seorang penderita adalah orang Samaria itu. Lukas mau menunjukkan bahwa orang non-Yahudi, "orang asing", orang Samaria pun disembuhkan. Bahkan justru orang Samaria, sebagai "orang asing" inilah yang tahu memuliakan Allah serta "tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya". Kepada orang Samaria, justru sebagai orang asing bagi orangYahudi, Yesus berkata: "Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau".
Pesan Injil Lukas kepada kita hari ini ialah, bahwa kita sebagai umat Allah hanya dapat diselematkan dengan iman. Bukan karena kita ini sekeluarga, seketurunan, sesuku, sebangsa, seagama, setingkat dalam kedudukan atau tingkat apapun lainnya, maka kita otomatis diselamatkan! Orang Samaria, yang asing bagi orang Yahudi, bahkan terkena kusta dan tersingkir dari hubungan dengan masyarakat, ternyata menerima pelayanan karya penyelamatan Yesus.
Yesus menunjukkan bahwa Ia melayani semua orang tanpa perbedaan apapun, asal memiliki dan menghayati iman yang benar kepada-Nya. Bukan hanya dalam Injil yang ditulisnya, tetapi juga dalam Kisah Rasul yang ditulisnya, Lukas berkali-kali menunjukkan, seolah-olah Yesus secara khusus mengasihi "orang-orang asing", orang-orang tersingkir, orang sakit dan kaum pendosa. Yesus mau menunjukkan kebutaan atau kesombongan maupun rasa diri lebih tinggi daripada bangsa lain. Tetapi sekaligus ditunjukkan keterbukaan dan sikap rendah hati, kecil manusia di hadapan Allah, yang mengasihi semua ciptaan-Nya tanpa membeda-bedakan.
Penyelamatan Kristus adalah universal, bagi semua orang. Orang-orang Samaria bukanlah termasuk bangsa Yahudi, sebagai bangsa terpilih Allah (populus Dei electus) untuk penyelamatan sejati. Orang-orang Yahudi adalah bangsa pertama yang mendengarkan sabda Allah. Juga menerima sabda Allah yang diwartakan oleh Yesus. Tetapi mereka tidak mau menerima-Nya. Baik pimpinan keagamaan maupun pimpinan pemerintahan bangsa tidak mau menerima, dan menolak Yesus. Namun, berkat kerahiman-Nya kasih Allah adalah sungguh rela dan ramah, serta dilimpahkan kepada semua orang, baik kepada orang yang tahu berterimakasih maupun yang tidak tahu bertermakasih, seperti ke sembilan orang Yahudi kusta yang telah disembuhkan! Ternyta sesudah disembuhkan kesembilan orang Yahudi itu sesudah disembuhkan, tidak kembali kepada Yesus. Tetapi kerahiman Allah, selalu tetap agung dan luhur, walaupun dibalas dengan sikap manusia yang tidak tahu bersyukur kepada-Nya.
Akhirnya Lukas dalam Injilnya mengajak kita untuk tahu berterima kasih. Bukan sekadar terbatas pada ungkapan kata "Terima kasih". Tetapi rasa berterima kasih sejati timbul dari pengalaman dan tanggapan hati, yang peka untuk menerima apa yang terjadi di dunia hidupnya. Ia tahu berterima kasih karena mempunyai hubungan erat antara apa yang ada makna terjadi dengan hatinya! Bukankah ada orang yang mengeluarkan air mata karena terharu, atau karena kekecewaan ataupun tertekan hatinya. Orang yang tahu berterimakasih akan berani menerima dan melihat pengalaman hidupnya, baik yang menyenangkan, maupun yang tidak menyenangkan, sebagai anugerah Tuhan.
Rasa tahu berterima kasih kepada Tuhan dapat mengubah diri dan pandangan hidup kita dalam menghadapi segala sesuatu. Rasa terima kasih sejati ini harus merupakan ciri otentik orang kristiani sejati. Sebab rasa terima masih, seperti dimiliki oleh Yesus sendiri dalam mengalami segala sesuatu dalam hidup-Nya, merupakan suatu keutamaan yang sungguh berharga dan kita butuhkan. Segala sesuatu yang baik berasal dari pada-Nya, dan adalah anugerah Tuhan. Tahu berterimakasih kepada Allah atas pengalaman hidup yang baik dan menyenangkan, maupun pengalaman yang berat dan penuh pencobaan, itulah rasa terima kasih kristiani sejati. Tanpa mencari kesulitan atau kesusahan, akan tetapi bersedia menermanya sebagai anugerah Tuhan, itulah suatu cara nyata dan luhur untuk berusaha mengikuti Yesus secara benar, tulus dan luhur. Itulah suatu "modus quo vitae" atau cara hidup untuk penyelamatan diri sejati dalam mengikuti Kristus.
Mgr. F.X. Hadisumarta O.Carm.
kumpulan Homili Mgr. FX. Hadisumarta O.Carm